Ini Tiga Sektor yang sedang Diburu Dirjen Pajak

Metrotvnews.com, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun ini fokus untuk memburu potensi pajak pada sektor properti, pertambangan, dan perkebunan. Pasalnya, tiga sektor ini dinilai paling banyak melakukan kecurangan kewajiban menyetor pajak.

"Tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah dan tahun ini kita fokus di tiga sektor properti, pertambangan dan perkebunan," ujar Direktur Intelijen dan Penyidikan DJP Yuli Kristiyono di Jakarta, Jumat (21/6).

Ia menjelaskan, pada sektor properti modus yang paling mudah dikenali ialah menyembunyikan keuntungan. Sebab, umumnya laporan dari pengembang properti mencantumkan nilai jual objek pajak (NJOP), bukan nilai jual sebenarnya dalam setiap transaksi. Hal ini tentu saja berpotensi merugikan negara.

"Yang disetorkan itu tidak seharusnya sebab yang dicantumkan (pajak) tidak sesuai dengan harga yang terpampang," katanya.

Di sisi lain, Yuli mencontohkan, barang-barang modal pada sektor perkebunan atau pertambangan umumnya mempunyai harga yang relatif tinggi. Begitupun dengan produk yang dihasilkan. Dari sini, pengusaha biasanya "mengakali" pajak yang disetorkan.

Modus operandi yang lazim digunakan, lanjutnya, ialah faktur pajak fiktif. Atau tidak melakukan pelaporan surat pemberitahuan (SPT) pajak dengan sesuai, semisal melakukan perubahan omzet. Sebagai catatan, dari berbagai kasus penyelewengan pajak, 70%-80% menggunakan modus operandi faktur pajak fiktif.

"Setiap tahun trennya seperti itu 70%-80% dari faktur pajak fiktif," ucapnya.

Adapun DJP mendata, pada 2007 terdapat 8 berkas kasus yang sudah divonis dengan kerugian negara Rp100 miliar, pada 2008 ada 13 berkas kasus yang sudah divonis dengan kerugian Rp463 miliar, dan 2009 sebanyak 18 berkas kasus yang sudah divonis dengan kerugian Rp288 miliar.

Sementara itu, pada 2010 ada 13 berkas kasus yang sudah divonis dengan kerugian negara sebesar Rp409 miliar, pada 2011 ada 15 berkas yang sudah divonis dengan kerugian Rp58 miliar, dan pada 2012 ada 26 berkas yang sudah divonis dengan kerugian Rp1,55 triliun.

Secara total kerugian negara mencapai Rp2,86 triliun. Sedangkan total denda pidana terhadap berkas yang sudah divonis sebesarRp4,36 triliun.

"Semuanya masuk ke kas negara," tutur Yuli. (Anshar Dwi Wibowo) Share